jurnalistik dakwah
Jurnalistik Dakwah
Jurnalistik
Islami Adalah Jurnalisme Berlandaskan Nilai-Nilai Islam.
Jurnalistik
Islam merupakan salah satu jawaban terhadap berbagai tantangan yang dihadapi
umat Islam.Islamic Journalism ini harus berupaya menjadikan
jurnalistik Islami sebagai “ideologi” para jurnalis atau wartawan Muslim.“Ideologi”
jurnalistik Islam akan mendorong munculnya ghirah, semangat, membela
kepentingan Islam dan umatnya, juga menyosialisasikan nilai-nilai Islam,
sekaligus meng-counter dan mem-filter derasnya arus informasi jahili dari kaum
anti-Islam.
Jurnalistik Dakwah: Visi Misi
Dakwah Bil Qolam(Rosdakarya Bandung, 2003), jurnalistik Islami dapat
dimaknakan sebagai “suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan
berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut
agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan dengan
perspektif ajaran Islam”.Dapat juga jurnalistik Islam dimaknakan sebagai
“proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan
muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islam”.
Jurnalistik Islami bisa dikatakan
sebagai crusade journalism, yaitu jurnalistik yang
memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam. Jurnalistik
Islami mengemban misi ‘amar ma’ruf nahyi munkar (Q.S. 3:104).
Jadi,
jurnalistik Islami adalah upaya dakwah Islamiyah juga. Karena jurnalistik
Islami bermisi ‘amar ma’ruf nahyi munkar, maka ciri khas jurnalistik Islami
adalah menyebarluaskan informasi tentang perintah dan larangan Allah SWT.Jurnalisme
Islam menyampaikan pesan dan berusaha memengaruhi komunikan/khalayak, agar
berperilaku sesuai dengan ajaran Islam.
Jurnalistik
Islami tentu saja menghindari gambar-gambar ataupun ungkapan-ungkapan
pornografis, menjauhkan promosi kemaksiatan, atau hal-hal yang bertentangan
dengan syariat Islam, seperti fitnah, pemutarbalikkan fakta, berita bohong,
mendukung kemunkaran, dan sebagainya.
Karena
jurnalistik Islami adalah jurnalistik dakwah, setiap jurnalis (wartawan) Muslim
berkewajiban menjadikan jurnalistik Islami sebagai “ideologi” dalam profesinya.
Baik jurnalis Muslim yang bekerja pada media massa umum maupun –apalagi–
pada media massa Islam. Karena dakwah memang merupakan kewajiban melekat dalam
diri setiap Muslim.Jurnalis
Muslim memang akan sulit mengemban misinya atau mematuhi “ideologi jurnalistik
Islami”-nya, jika ia bekerja pada media massa non-Islam, atau media yang jauh
dari misi Islami, karena ia kemungkinan terbawa arus dan terkena kebijakan
redaksional yang tidak committed akan nilai-nilai Islam.
Jurnalis
Muslim adalah sosok jurudakwah (da’i) di bidang pers, yakni mengemban da’wah
bil qolam (dakwah melalui tulisan). Ia adalah jurnalis yang terikat dengan
nilai-nilai, norma, dan etika Islam.
Karena
jurudakwah menebarkan kebenaran Ilahi, maka jurnalis Muslim laksana “penyambung
lidah” para nabi dan ulama. Karena itu, ia pun dituntut memiliki sifat-sifat
kenabian, seperti Shidiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
·
Shidiq artinya
benar, yakni menginformasikan yang benar saja dan membela serta menegakkan
kebenaran itu. Standar kebenarannya tentu saja kesesuaian dengan ajaran Islam
(al-Quran dan as-Sunnah).
·
Amanah artinya
terpercaya, dapat dipercaya, karenanya tidak boleh berdusta, memanipulasi atau
mendistorsi fakta, dan sebagainya.
·
Tabligh artinya
menyampaikan, yakni menginformasikan kebenaran, tidak menyembunyikannya.
·
Fathonah artinya
cerdas dan berwawasan luas. Jurnalis Muslim dituntut mampu menganalisis dan
membaca situasi, termasuk membaca apa yang diperlukan umat.
Jurnalis
Muslim bukan saja para wartawan yang bergama Islam dan comitted dengan ajaran
agamanya, melainkan juga para cendekiawan Muslim, ulama, mubalig, dan umat
Islam pada umumnya yang cakap menulis di media massa.
Comments
Post a Comment