kepribadian prempuan muslim


KEPRIBADIAN  PEMIMPIN PEREMPUAN DALAM ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester
Mata Kuliah : Sosiologi dan Antropologi Dakwah
Dosen Pengampu : Masudi,S.Fil.I.,M.A

 










Oleh :

Fita Ariyani Arifah                             (1740210058)

 

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
2018





BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kepribadian adalah gambaran cara seseorang bertingkah laku terhadap lingkungan sekitanya, yang terlihat dari kebiasaan berfikir, sikap dan minat, serta pandangan hidupnya yang khas untuk mempunyai keajegan.
     Karena dalam kehidupan manusia sebagai individu ataupun makhluk social, kepribadian     senantiasa mengalami warna-warni kehidupan.Ada kalanya senang, tentram, dan gembira.Akan tetapi pengalaman hidup membuktikan bahwa manusia juga kadang-kadang mengalami hal-hal yang pahit, gelisah, frustasi dan sebagainya.Ini menunjukan bahwa manusia mengalami dinamika kehidupan.
       Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang. Kita bisa tahu apa yang sedang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan dpengalamn diri kita sendiri. Hal ini karena dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Oleh karena itu kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kita harus memahami definisi kepribadian serta bagaiman kepribadian itu terbentuk.Untuk itu kita membutuhkan teori-teori tingkah laku, teori kepribadian agar gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari.
Mempelajari kepribadian merupakan hal yang menarik karena dinamika pengetahuan mengenai diri kita sendiri secara otomatis akan bertambah. Hal ini karena hakikatnya manusia adalah yang ada dan tumbuh berkembang dengan kepribadian yang menyertai setiap langkah dalam hidupnya.










B.RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu kepribadian perempuan secara naluri  ?
2.      Bagaimana pandangan islam terhadap perempuan?
3.      Bagaimana  kepribadian pemimpian perempuan dalam perspektf islam ?
4.      Bagaimana kepribadian perempuan dalam memimpin masyarakat?
C.TUJUAN
1.      Untuk mengetahui kepribadian perempuan secara naluri
2.      Untuk mengetahui kepriadian pemimpin perempuan dalam perspektif islam
3.      Untuk mengetahui bagaimana kepribadian pemimpin perempuan dalam perspektif islam
4.      Untuk mengetahui kepribadian perempuan dalam pemimpin masyarakat















BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN KEPRIBADIAN PEREMPUAN SECARA NALURI
  Kepribadian adalah jati diri seseorang yang terbentuk lewat kombinasi atau
campuran dari berbagai komponen seperti sikap, watak atau karakter, pandangan hidup, pola pikiran, perasaan, emosi, wawasan di dalam diri pribadi. Percampuran dari berbagai faktor ini semua, bila direfleksikan atau dilahirkan dalam praktek kehidupan  sehari-hari  merupakan  satu kepribadian  seseorang.  Kepribadian merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma keluarga dan pengaruh lainnya), dan juga situasi. Ciri dari kepribadian adalah merupakan karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu, seperti sifat malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, dan setia.

    Pembentukan kepribadian perempuan dipengaruhi seorang suami. Selain itu, juga dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan sosial masyarakat dan lingkungan keluarga. Semua perempuan memang tidak mengalami proses pembentukan kepribadian yang demikian. Tentu saja ada juga perempuan yang mengalami proses  pembentukan  kepribadian  secara  independen,  artinya  terlepas  dari pengaruh lingkungan atau suami[1]. Proses pembentukan dilakukan lewat proses belajar, pengalaman, perjalanan atau pengembaraan diri, pergaulan yang luas dengan  berbagai  lingkungan  yang  berbagai  tradisi  dan  kebudayaannya,  atau secara langsung mencontoh kepribadian tokoh-tokoh yang dikagumi misalnya Siti Khotijah istri Rasulullah beliau adalah sosok perempuan karier sukses, istri yang sholihah, dan ibu teladan yang baik bagi putranya.Dengan  demikian  dapat  dinyatakan,  bahwa  proses  pembentukan kepribadian  yang  demikian,  akan  mempunyai  ciri  dan  sifat  kepribadian tersendiri, hal ini disebabkan pembentukan kepribadian lewat proses yang baru saja disebukan, didasarkan pada proses pembentukan secara terencana, bukan alamiah. Pembentukan kepribadian secara terencana biasanya akan sulit untuk dipengaruhi, karena kepribadian yang terencana didasarkan pada rasionalisasi, pemikiran dan pengetahuan yang dipelajari secara khusus. Kepribadian yang demikian cenderung lebih jarang mendapatkan stres. Sebab setiap persoalan yang muncul dapatdiprioritaskan dan dirasionalisasikan secara tenang dang bijaksanamenurut pemikiran yang logis[2].
      Perempuan yang memiliki kepribadian matang dan cerdas adalah perempuan
yang mampu dan mengenal dirinya dengan baik, memahami segala kelebihan dan kekurangannya, menanamkan nilai-nilai tauhid dan akhlak kemudian menampilkan keindahan batinnya melalui berpikir positif dan berperilaku yang santun.
     Kata  para  penyair,  perempuan  adalah  tempatnya  keindahan.  Tak  heran banyak seniman menjadikan sosok perempuan sebagai inspirasi dalam karyanya. Namun  Islam  justru  mengajarkan  hal  yang  berbeda. Keindahan  seorang perempuan (muslimah) bukanlah sebuah obyek yang boleh dieksplorasi sehingga dapat dinikmati semua orang.
      Perempuan (muslimah) idaman adalah perempuan yang berkepribadian indah dan menjalankan kehidupannya dengan berlandaskan tuntunan ajaran agama (Islam). Islam mengajarkan nilai-nilai yang sangat mulia untuk mengantarkan wanita muslimah menjadi pribadi yang cantik, pintar dan sholihah.Dari sudut pandang filosofis dan estetis, citra perempuan muslimah yang ideal dapat ditegaskan dengan karakteristik berikut:
1.Anggun dalam penampilan
2.Bersih lahir dan batin (berakhlak karimah)
3.Cerdas dalam melangkah dan berwawasan.
      Kecantikan seorang perempuan (muslimah) bukan hanya dilihat dari sudut keindahan penampilan fisik (outer beauty) saja,  namun  yang  paling  penting adalah keindahan hatinya (inner beauty) yang justru aka memancarkan totalitas kepribadiannya sebagai perempuan (muslimah).
       Perempuan  (muslimah)  yang  berkepribadian  baik,  secara  naluri  akan
mampu  memperlihatkan  kecantikan  atau  keindahan  batinnya  melaui  etika sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Etika dapat mengantar seorang perempuan (muslimah) kepada kemampuan untuk bertindak sesuai dengan apa yang dapat dipertnggungjawabkannya.
      Perannya  sebagai  perempuan  yang  berkarier,  sebagai  istri,  sebagai  ibu, sebagai  anggota  masyarakat  (peran  sosial)  akan  berhasil  dan  dapat  menjadi teladan  apabila  mereka  mampu  mengaplikasikan  etika  dan  kepribadiannya sesuai dengan tuntunan ajaran agama. Harga diri seseorang perempuan (muslimah) bukan semata ditentukan dari kekayaan materi maupun ketinggian intelektualitasnya, namun lebih di lihat  dari etikanya dan kepribadiannya, atau dengan kata lain, dari kecerdasan emosi dan spiritualnya.


B. PANDANGAN ISLAM TERHADAP PEREMPUAN
     Dalam sejarah panjang yang diembannya, kedatangan Islam di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan panduan hukum yang sesuai dengan tidak membuat ketimpangan antara satu golongan dengan golongan yang lain. Islam datang sebagai penengah bagi ketentuan hukum di masyarakat Arab yang cenderung mendiskreditkan hak-hak kaum perempuan dan anak. Dari wahyu yang diturunkan, Islam mengetengahkan ayat-ayat misogonis dengan membangun sebuah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan[3]. Gerakan ini muncul sebagai gerakan reformasi budaya yang berkembang pada masyarakat Arab. Penolakan Islam oleh masyarakat Arab merupakan penolakan atas moralitas yang menghapuskan simbol-simbol superioritas kekuasaan laki-laki. Seruan akan keesaan Allah Swt., telah meruntuhkan kewibawaan “laki-laki dewasa” sebagai kepala suku atas kaumnya, tuan atas budaknya, ayah atas anakanaknya, saudara laki-laki atas saudara perempuannya, dan suami atas istrinya (Abdullah, 2006: 63).
    Ketakutan kaum laki-laki di atas, merupakan pangkal dasar dari ketimpangan-ketimpangan budaya yang telah tercipta dalam tradisi masyarakat Arab terdahulu. Padahal, jika mau dilihat dengan seksama, perbedaan yang tercipta antara laki-laki dan perempuan hanyalah pada unsur biologis semata. Unsur-unsur tersebut bukanlah pemisah yang dapat mendudukkan superioritas laki-laki di atas kaum perempuan. Proses terjadinya perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan dapat ditelusuri semenjak masa konsepsi, yaitu ketika seorang ayah menaburkan benihnya ke rahim ibu lalu benih tersebut bersatu dengan induk telur dan kombinasi tersebut berproses menjadi embrio. Kemudian ada satu unsur penentu jenis kelamin yang disebut gonad, berproses menentukan jenis kelamin, apakah embrio itu laki-laki atau perempuan. Hormon seksual di dalam embrio tersebut mengalami perkembangan menurut jenis kelaminnya. Jika embrio tersebut sebagai laki-laki, maka akan berkembang sebagaimana layaknya seorang laki-laki, sebaliknya jika embrio tersebut sebagai peempuan maka akan berkembang sebagaimana layaknya seorang perempuan (Nasaruddin Umar, 2001: 2).  Proses pembuahan di atas tentunya mencerminkan sebuah kondisi yang kombinatif antara laki-laki dan perempuan. Di dalam preses konsepsi tersebut tercipta aspek- aspek simbiosis-mutualistik antara laki-laki dan perempuan. Keduanya menciptakan sebuah keutuhan yang tidak terpisah. Teori fungsional struktural yang mendasarkan pandangannya kepada keutuhan masyarakat beranggapan bahwa keterkaitan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan merupakan unsur yang berpengaruh di dalam keutuhan masyarakat. Oleh karena itu, Talcott Parsons sebagai salah seorang penggagas teori ini menyatakan bahwa pembagian peran laki-laki dan perempuan tidak didasari oleh disrupsi dan kompetisi, akan tetapi lebih kepada melestarikan harmoni dan stabilitas di dalam masyarakat (Talcott Parsons dan Robert F. Bales (eds.), 1955).
     Al-Qur’an dengan tegas menerangkan kepada umat Islam bahwa perspektif gender di dalamnya tidak sekedar mengatur keserasian relasi gender, hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Tetapi lebih dari itu al-Qur’an juga mengatur keserasian pola relasi antara mikrokosmos (manusia), makrokosmos (alam), dan Tuhan. Konsep berpasang-pasangan (azwaj) dalam al-Qur’an tidak saja menyangkut manusia melainkan juga binatang (Q.S., alSyura, 42: 11), dan tumbuh-tumbuhan (Q.S., Thaha, 20: 11). Bahkan kalangan sufi pun menganggap makhluk-makhluk makrokosmos seperti langit dan bumi serta lain sebagainya.
    Secara umum al-Qur’an mengakui adanya perbedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan tersebut bukanlah pembedaan (discrimination) yang menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lainnya. Perbedaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung obsesi al-Qur’an, yaitu terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang (mawaddah wa rahmah) di lingkungan keluarga, sebagai cikal bakal terwujudnya komunitas ideal dalam suatu negeri yang damai penuh ampunan Tuhan (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur) (Nasaruddin Umar, 2001: 19).
     Sebagai matarantai paradigmatik dalam Islam, hukum fikih memberikan kontradiksi perspektif terhadap perempuan. Dalam hukum fikih, perempuan masih terkesan subordinat laki-laki. Kehadiran perempuan didudukkan sebagai insan kedua setelah kaum laki-laki. Kenyataan ini tentunya menuntut segenap ahli untuk mengkritisi ulang terhadap realitas hukum fikih itu sendiri. Tuntutan ini harus dikemukakan karena hampir semua kitab fikih terkesan sepakat menempatkan perempuan secara instrumental, bukan substansial. Ketidakhadiran perempuan dalam budaya ketika hukum fikih dirumuskan, hanya diartikan dengan ketiadaan substansi perempuan dalam Islam. Lebih dari itu, perempuan juga sering dipandang lebih rendah dibanding laki-laki. Bahkan menurut Al-Allamah Al-Nasafi, kelebihan lelaki dibanding perempuan adalah pada akalnya, keteguhan hati, pola pikir, kekuatan fisik, kemampuan perang, kesempurnaan puasa dan shalat, adzan, khutbah, jamaah, jum’ah, takbir pada hari tasyrik. Pandangan negatif mengenai perempuan ini menjadi pembenar bagi struktur dominasi laki-laki dalam keluarga. Nasib perempuan amat bergantung pada struktur kepribadian suami, seperti halnya nasib rakyat tergantung pada raja. Kenyataan ini terjadi sampai menjelang runtuhnya peradaban Islam kurun kedua di akhir Perang Dunia I dengan jatuhnya Daulat Usmaniyah di Turki. Setelah Perang Dunia II yang diikuti oleh kemerdekaan beberapa negara Islam, kaum wanita mulai berlomba untuk mengejar ketertinggalannya, misalnya melalui gerakan emansipasi. Dengan kata lain, wilayah perempuan bukan hanya dalam keluarga, tapi juga bidang publik yang lain (Republika, Jum’at, 25 Agustus 2000).
C. KEPRIBADIAN PEMIMPIN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
        Dalam  gaya  dan  kepribadian,  pemimpin  wanita  berbeda  dengan  pria, namun anggapan bahwa wanita suka meraja, yang didasarkan pada pandangan masyarakat, masih menjadi sesuatu yang umum. Orang-orang berpikir bahwa pemimpin  wanita  sering  kali  iri  hati,  emosional,  picik,  perfeksionis,  suka mencari kesalahan, dan sangat mementingkan detail. Ternyata itu bukanlah karakteristik wanita, karakter-karakter itu muncul saat mereka tak berdaya, karakter-karakter itu adalah mekanisme pertahanan. Wanita yang benar-benar bebas menjadi diri sendiri dan merasa nyaman dalam posisi kepemimpinan, bebas untuk mengizinkan orang lai mendapatkan lebih banyak kebebasan. Mereka tidak menunjukkan sikap suka meraja seperti yang masyarakat umum pikirkan. Malahan, mereka sanggup berpikir mengenai tujuan jangka panjang dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang kreatif dan khas.
   Ada  dua  hal  yang  mengarakterisasi  pemimpin  dalam  melaksanakan
tugasnya, yaitu keterbukaan dan mau melayani. Memimpin adalah masalah
mengeluarkan yang terbaik dari orang-orang yang dipimpin dan menyesuai
kannya  dengan  pekerjaan  yang  cocok.  Untuk  melakukannya,  dibutuhkan
tidak  hanya  kemampuan  untuk  memanfaatkan  sumber  yang  ada  untuk
mencapai sasaran, tapi juga kapasitas untuk mengembangkan kepercayaan[4].
  Tujuan organisasi tidak bisa hanya diketahui oleh pemimpin; tujuan itu harus disosialisasikan kepada semua orang dalam organisasi. ”Saya merasa lebih puas saat saya berhasil meyakinkan seseorang dengan kekuatan gagasan saya,” kata seorang wanita, ”daripada mengatakan `Anda jelas akan melakukan apa yang saya gagaskan karena saya memiliki otoritas untuk menyuruh Anda melakukannya.` Saya mencoba mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Melibatkan mereka. Menggerakkan mereka. Membawa mereka keluar dari jalur kalau perlu. Pemimpin  yang  memandang  dirinya  sendiri  sebagai  pelayan,  menghindari jebakan pemenuhan diri akan kuasa, harga diri, dan gaji yang turut ada dalam sebuah kepemimpinan sekuler.
    Ia menggunakan otoritasnya untuk menguatkan orang-orang yang dipimpinnya. . Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: ”Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: ”Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya”.
     Para  pemimpin  wanita  dapat  memanfaatkan  sensitivitasnya  terhadap
hubungan pribadi untuk mewujudkan sikap melayani itu saat mereka bertindak sebagai fasilitator dan pendorong. Saat pemimpin wanita melakukan hal itu, tujuan konkrit dalam hal sasaran organisasi dapat tercapai, dan yang terpenting, mereka  menyentuh  kehidupan  banyak  orang.  ”Kepuasan  dalam  memimpin adalah melihat bahwa Anda mampu membantu orang lain untuk melakukan sesuatu yang baik. Penghargaan itu urusan kedua. Anda akan melihat yang lain melakukan lebih banyak hal daripada orang yang Anda pimpin jika Anda tidak bersama orang yang anda pimpin untuk membantu dan mendorong mereka atau memfasilitasi atau menyatukan mereka[5].
      Perempuan muslimah tentunya wajib memiliki kecantikan batiniah, atau
kepribadian Islami terutama jika ia menjadi pemimpin, maka ia harus membekali dirinya dengan :
   a. Kekuatan Iman dan Islam
Tunduk,  patuh  dan  rela  dalam  menjalankan  perintah  Allah  Swt.  Jika
berbuat kesalahan, segera menyesalinya dan bertaubat dan mengirinya dengan perbuatan  baik    Perempuan  muslimah  yang  beriman  dan  beragama  Islam tentunya akan percaya dengan keesaan allah dan akan selalu taat menjalankan semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Dia akan merasa takut jika akan melakukan perbuatan yang dilarang agama misalnya; berzina, mencuri, dan lain sebagainya.
b.Kekuatan Ilmu
         Menuntut ilmu adalah wajib bagi perempuan muslimah sebagaimana hadis
Nabi Muhammad SAW.  ”Tholabul ilmi faridhatun ala kulli muslimin wamuslimatain”yang artinya ”mencari ilmu itu wajib bagi seorang  laki-laki muslim  dan seorang perempuan muslimah[6] .Menjadi seorang perempuan muslimah haruslah cerdas, berpengetahuan luas dan terampil, karenaperannya sebagai istri, sebagai ibu, sebagai anggota  masyarakat, dan sebagai wanita karier (pimpinan masyarakat)  tidaklah mudah, ia  akan  banyak  menghadapi  tantangan  dalam  hidupnya,  dengan  berilmu  ia akan  mampu  menghadapinya  dengan  penuh  tanggung  jawab.  Hal tersebut sesuai dengan firman Allah  dalam QS. 58 : 11 yang artinya:  ”...Allah akan meninggikan  orang-orang  yang  beriman  di  antaramu  dan  orang-orang  yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.Pernyataan tersebut dia atas juga dikuatkan oleh hadist rasulullah yang yang artinya ”Orang yang paling buruk adalah orang yang tidak terpelajar dan orang yang terpelajar adalah orang-orang yang terbaik” (al-Hadits).
   c.Kekuatan Fisik
Perempuan harus memiliki fisik yang sehat dan kuat karena akal yang sehat
itu  berada pada badan atau fisik yang sehat juga. Hal tersebut sesuai dengan
mahfudhat ” al-aqlu  salim fii jismi salim”. Untuk itu jika perempuan  ingin memiliki akal atau kecerdasan maka harus memiliki kekuatan fisik agar mampu berpikir maju dan berkembang. Sehingga perempuan tidak lemah, karena jika lemah pasti akan mudah tertindas oleh kaum laki-laki. Karena jika perempuan lemah pasti ia akan teragantung kepada laki-laki, tetapi kalau perempuan sehat dan kuat maka ia mampu mandiri[7].
d.Memiliki Sifat Amanah
   Apa  saja  yang  dipercayakan  padanya,  maka  ia  senantiasa  menjaga  dan menunaikannya  dengan  sebaik-baiknya  dan  dengan  penuh tanggungjawab. Amanah berkaitan dengan keimanan, barang siapa menjaga amanah Allah Swt maka Allah Swt., menjaga keimanannya. Namun betapa beratnya amanah itu, sehingga Allah berfirman dalam  QS. 33: ayat 72  yang artinya: ”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun  semuanya  enggan  memikul  amanah  itu  dan  mereka  khawatir  akan mengkhinatinya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia ...”.
   Selain itu amanah atau kepercayaan adalah merupakan harga diri seseorang .  Harga  diri  merupakan  penilaian  dan  penghargaan  terhadap  dirinya.Harga diri tidak dibawa sejak lahir. Harga diri muncul melalui proses yang dibentuk sejak lahir. Oleh karena itu, ”harga diri dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pengasuhan keluarga, pendidikan, dan pengalaman, serta budaya dan lingkungan sosial”. Harga  diri  adalah  kesadaran  akan  berapa  besar  nilai  yang  diberikan kepada diri sendiri. Harga diri juga kehormatan atau martabat. Ada enam kunci untuk menjaga agar harga diri tetap sehat dan baik yaitu:
a.Kita harus menjaga hak pilihan kita
b.Kita harus memiliki kerendahan hati
c.Kita harus memiliki  kejujuran
d.Kita harus senang bekerja
e.Kita harus memiliki kemampuan mengasihi, baik diri sendiri maupun orang  
lain
f. Kita harus memiliki kasih bagi Tuhan YME.Selain itu ada bebarapa hal yang bisa dilakukan agar kita memiliki harga diri yang tinggi yaitu:
a.Kenalilah diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan
b.Terimalah diri sendiri dengan apa adanya
c.Memanfaatkan kelebihan yang dimiliki untuk hal yang baik
d.Tingkatkan keahlian yang dimiliki
e.Perbaikilah kekurangan yang dimiliki
f.Kembangkanlah pemikiran bahwa kita sama dan sederajat dengan orang
lain




D.KEPRIBADIAN PEREMPUAN SEBAGAI PEMIMPIN MASYARAKAT
   Karakter kepribadian perempuan Indonesia didasarkan pada pembentukan diri yang berbeda pada tradisi, kebuayaan, dan filsafat bangsa indonesia,serta kepercayaan atau agama yang dipeluk. Hal ini tidak berarti bahwa kepribadian yang dimiliki tidak dapat diusahakan secara terencana seperti yang dikemukakan diatas. Kepribadian perempuan Indonesia merupakan satu bentuk kepribadian yang dapat berbeda dnegan kepribadian perempuan dari bangsa lain, karena adanya perbedaan didalam proses pembentukannya.
   Sebagai perempuan yang berkembang pada era industrialisasi dan masyarakat yang  modern  ini,perempuan  Indonesia  harus  memperluas  pandangan  atau kawasan berpikir. Dengan demikian perempuan Indonesia tidak lagi dianggap sebagai perempuan tradisional, yang tidak mengetahui perubahan dan kemajuan jaman. Kemajuan dan kemauan untuk maju bagi perempuan indonesia, tidak kalah dengan kemajuan dan kemauan perempuan lainnya di dunia perbedaannya adalah waktu kapan kemauan untuk maju itu dimulai dilakukan. Kenyataan ini merupakan tantangan bagi perempuan Indonesia.
   Bagi seorang perempuaan Indonesia, yang telah berkesempatan menikmati dunia pendidikan sampai tingkat pendidikan tinggi, sudah barang tentu telah terbentuk  suatu  kepribadian  yang  khas,  yang  dapat  dikembangkan  untuk maksud-maksud peningkatan kehidupannya dengan dasar jati diri (identitas) yang  jelas.  Apabila  dikaitkan  dengan  pengembangan  kepribadian  dan  jati diri, untuk usaha-usaha pengabdian pada masyarakat (menjadi pemimpin di masyarakat), maka dapat diambil ”benang merah”, yaitu dengan mewujudkan jati  diri  perempuan,  yang  mencerminkan  budaya  sepenuhnya,  dan  situasi perkrmbangan jaman. Jati diri seorang perempuan masih harus memegang teguh budaya, karena unsus yang paling menguntungkan untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat adalah sarana budaya. Dengan kemampuan intellektualitas yang dimiliki kaum perempuan, dapat dihasilkan suatu kosep yang matang untuk pengembangan masyarakat[8].
      Dikaitkan dengan bidang konkrit, dapat diambil suatu contoh, yaitu dengan kemampuan khas seorang perempuan, terutama sifat kodrati perempuan seperti keluwesan, ketelitian, kemudahan beradaptasi, kepekaan akan keindahan dan sebagainya, dapat dijadikan suatu modal utama untuk mengabdi pada masyarakat. Dengan modal dasar tersebut dan jiwa pengabdian yang tinggi serta terbentuknya kepribadian yang utuh, dengan orientasi kedepan, maka pengabdian yang berupa sumbang saran untuk turut serta mengatasi berbagai masalah dimasyarakat akan tercapai. Gusti Kanjeng Ratu Hemas menjelaskan bahwa sifat perempuan indonesia ditinjau dari citra diri, jati diri adalah sebagai berikut
a.  Citra Diri Perempuan       
”Dunia perempuan” khas dan sangat luas. Oleh karena itu perlu diketahui,
untuk memudahkan hubungan dan komunikasi antara perempuan dengan hal-
hal yang pokok dan fundamental. Hal ini diharapkan dapat memberi rangsangan atau stimulasi bagi kau perempuan, untuk lebih bergairah dalam menjalani hidup, dengan lebih kreatif dan inovatif dalam membentuk pribadi yang diharapkan. Citra diri seorang perempuan Indonesia, yang sekaligus juga citra perempuan sebagai pribadi yang berdiri sendiri, dimaksudkan agar perempuan seharusnya mempunyai kemampuan diri, dalam menenukan peran tertentu bagi lingkungan keluarga dan masyarakat. Untuk membangun citra diri agar menjadi perempuan mempesona, perempuan harus tahu sejauh mana peningkatan diri pribadi dalam mencapai percaya diri sebagai wanita mempesona Sesungguhnya, pribadi yang mantap adalah bagaimana belajar mengenal diri sendiri, yang prosesnya sama dengan belajar mengenal orang lain  atau hal-hal lain, dengan cara mengamati dan mempelajari diri sendiri inilah yang terpenting dalam  hidup,  sebab  pengetahuan  dapat  menentukan  kemampuan  dalam mengambil langkah-langkah terbaik bagi diri perempuan. Diri mencakup segala yang ada dalam individu manusia, dari tubuhnya hingga pikirnya, perasaannya, emosinya, rasionya[9]. Citra diri perempuan indonesia yang diinginkan oleh semua perempuan, pada saat ini mencakup beberapa komponen berikut:
1.      Bagaimana perempuan berperan sebagai pendamping suami yang mempunyai peranan penting dalam lingkungan profesi suami, lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga.
2.      Sosok perempuan  yang dituntut untuk lebih kritis atas segala peristiwa dan perubahan sosial dalam masyarakat, perlu diketahui bahwa kemajuan kaum perempuan harus ada kesadaran kemauan, motivasi, tujuan, dan kewajiban untuk dapat membangun citra diri yang mantap.
      3.Lebih independen dan kretif, maka gunakanlah daya pikir,kemampuan,     tenaga untuk dapat menanamkan kepercayaan pada diri sendiri. Buatlah variasi dalam kehidupan shari-hari, umpamanya lazimnya makan dari piring yang putih, sesekali makanlah dari piring yang berbunga.
4.Sebagai  seorang  perempuan  tidak  hanya  dilihat  dari  sisi  dalamnya  saja tetapi sebaliknya dari sisi luarnya yang selalu nampak lebih dahulu sehingga tidak dapat menimbulkan kesan tersendiri, maka akan terhapuslah citra perempuan yang mempesona. Berusaha untuk dapat berbusana yang rapi dan sederhana, memilih busana yang tepat akan mencerminkan pribadi, profesi atau asal usulnya. Kemampuan untuk berusaha tepat perlu sekali, karena penampilannya yang baik dapat mempengaruhi perasaan seseorang
dan  dapat  menambah  gairah  hidup  dengan  tampil  sebagai  pribadi  yang menarik, sehingga hal ini akan dapat menimbulkan rasa percaya diri lebih mantap.
5.Selain yang disebutkan diatas tadi, yang terpenting adalah bagaimana diri
wanita  selalu  membina  akhlak  dan  iman  sebagai  pegangan  hidup  yang
penuh tantangan.
        Perlu  juga  diketahui,  bahwa  salah  satu  esensi  terpenting  dari  kemajuan perempuan untuk membangun citra diri, yaitu kemampuan untuk mewujudkan kemandiriannya. Dengan proses perjalanan atau perjuangan seorang perempuan untuk mencapai apa yang dicita-citakan, yakni membangun citra diri, perempuan juga harus memperhatikan kondisi lingkungan dimana akan mengambil peranan. Hal ini sangat menentukan kelangsungan hidup sebagai pribadi, atau sebagai seorang ibu rumah tangga. Perkembangan-perkembangan itu semua, pada akhirnya akan mengarah pada pembentukan kepribadian dan sikap yang positif bagi kaum perempuan Indonesia, dalam perubahan peranan dan status soaial perempuan
dimasyarakat, sehingga mempunya konsekuensi dapat memikul tugas dan tanggung jawab yang lebih besar ketika perempuan tersebut menjadi pemimpin.
   





BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
    Keindahan lahir seorang perempuan merupakan anugrah dari Allah SWT.
Yang  harus  disyukuri  dan  dijaga  dengan  sebaik-baiknya.  Keindahan  seorang perempuan (muslimah) akan semakin utuh terlihat apabila di tunjang dengan kepribadian yang menawan.
    Perempuan (muslimah) akan terlihat berbeda dengan yang lainnya ketika dia mampu menghiasi kepribadiannya dengan suri tauladan yang baik. Berakhlak mulia adalah dambaan setiap perempuan muslimah, dimana ia akan senantiasa memegang teguh nilai-nilai agama sebagai pedoman untuk melangkah dalam perjalanan hidupnya terutama ketika ia menjadi pemimpin di masyarakat.
    Setiap perempuan (muslimah) haruslah cerdas dan berwawasan luas dan terbuka.  Apabila  ia  ingin  menjadi  yang  sukses  dan  meraih  kebagiaan  dunia  maupun akhirat maka tentunya ia harus membekali diri dengan iman dan taqwa,kejujuran/amanah dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan berilmu seorang perempuan akan semakin luas wawasannya. Ia akan mampu menata dirinya, mandiri, dapat mengambil keputusan dengan bijak, dan tetap tegug mengemban amanah dalam menajalankan perannya sebagai perempuan, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai anggota masyarakat, sebagai wanita karier, dan sebagai pemimpin baik pemimpin bagi dirinya sendiri maupun pemimpin masyarakat










DAFTAR PUSTAKA
Depag. RI. Al-Qur’an dan Terjemah, Juz 1-30, Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1995.
Djunaidi A. & Al-Asyhar T. Khodijah  Sosok  Perempuan  Karier  Sukses  Bedah Wacana Gerakan Feminismo dalam Islam,  Yakarta:  Mitra  Abadi  Press, 2006.
         Jurnal Studi Gender .Perempuan Sejarah Berliku Dan Terpinggirkan          .Palastren.Vol.2,No.2,Desember 2009

Kouzes Posner, Leadership The Challange, terj. Revyani Sjahrial, Jakarta:Erlangga, 2004.

Massie, Claudia Irawan, Pesona Kepribadian Muslimah Panduan Praktis Etika dan Pergaulan, Jakarta: Dian Rakyat, 2006.
Ratu Hemas, Gusti Kanjeng, Wanita Indonesia Suatu Konsepsi dan Obsesi.Yogyakarta: Liberti, 1992
Sarumpaet, R.I, Wanita Teladan, Bandung: Indonesia Publishing House,2004











[1] Djunaidi A. & Al-Asyhar Tabieb, Khodijah Sosok Perempuan Karier Sukses Bedah Wacana Gerakan Feminismo dalam Islam(Yakarta: Mitra Abadi Press, 2006), 13.

[2] Sarumpaet, Wanita Teladan, (Bandung: Indonesia Publishing House, 2004), 57

[3] Jurnal Studi Gender .Perempuan Sejarah Berliku Dan Terpinggirkan .PALASTREN.Vol.2,No.2,Desember 2009
[4] lihat Kouzes Posner, Leadership The Challange, terj. Revyani Sjahrial, (Jakarta: Erlangga,2004)

[5] http://yinyangstain.files.wordpress.com/2009/01/07-ida-novianti-dilema-kepemimpinan-
perempuan-dalam-islam.pdf

[6] Hadis shahih, diriwayatkan oleh Bukhari, hadis no 6570
[7] Depag. RI. Al-Qur’an dan Terjemah, Juz 1-30. (Surabaya: Surya Cipta Aksara 1995).

[8] Djunaidi A. & Al-Asyhar T, Khodijah  Sosok  Perempuan  Karier  Sukses  Bedah  Wacana Gerakan Feminismo dalam Islam,90.

[9] Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Wanita Indonesia Suatu Konsepsi dan Obsesi.(Yogyakarta: Liberti 1992), 250


Comments

Popular posts from this blog

jenis-jenis berita dan contohnya